Selasa, 20 Juli 2010

cerpen

Bayang Abadi
Oleh: Jeli Farida
GWEN terbangun. Lagi- lagi mimpi buruk itu menghampirinya. Kembali ia teringat pada kejadian beberapa tahun silam. Bayangan masa lalu itu seakan di-replay secara otomatis diotaknya. Tanpa sadar ia menangis histeris dan berteriak-teriak. Teriakannya memuncak bersamaan dengan alarmnya yang berdering nyaring.
Sepuluh menit kemudian Gwen kembali kealam sadarnya. Ia berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Setelah berhasil menguasai dirinya, Gwen mematikan alarmnya. Lalu menuju kamar mandi dan kemudian bersiap-siap ke sekolah.

Gwen Millany adalah seorang gadis kecil berusia 9 tahun. Ia tinggal bersama kakak laki-lakinya, Mozzart Gallaghan, di rumah peninggalan orangtua mereka yang meninggal dunia karena pembooman sebuah restoran didaerah tempat tinggal mereka – saat ledakan itu terjadi, mobil yang dikemudikan papanya baru saja memasuki area parkir disebelah restoran.
Setelah peristiwa itu mereka memilih untuk tetap tinggal di rumah itu. Sementara itu untuk biaya hidup sehari- hari dan kebutuhan sekolah sudah diambil alih secara sepihak oleh Paman Alfred, adik mamanya, tanpa perlu meminta persertujuan mereka berdua. Mozzart berjanji pada dirinya sendiri dan mendiang orang tuanya untuk selalu menjaga dan melindungi adik semata wayangnya.

Entah sudah berapa kali Gwen menanyakan jam pada satpam saat menunggu dijemput oleh kakaknya. Saat Mozzart datang, dengan senyum lebar Gwen menyambut kedatangan kakak kebanggannya yang langsung menggandeng tangan mungilnya untuk membawanya pulang.Gwen sama sekali lupa jika hari itu adalah hari ulang tahunnya. Ia baru ingat setelah kakaknya membawanya kesebuah rumah makan dan memberinya sebuah kado berisi jam tangan digital berwarna kuning, warna favorit Gwen. Asyik, jam tangan warna kuning di ulang tahun yang ke sembilan, hihihi. Gwen segera melingkarkan jam itu ditangannya.
Dalam perjalanan pulang Gwen meminta Mozzart untuk membelikan balon yang dijual diseberang jalan. Setelah membelikan balon untuk Gwen, Mozzart kembali menemui Gwen. Ketika menyeberang jalan, tiba- tiba sepeda motor yang melaju kencang dari sebelah kanan menghantam tubuh Mozzart. Gwen yang menyaksikan kejadian itu langsung menjerit- jerit dan menangis histeris. Ia segera berlari kearah Mozzart yang tergeletak bersimbah darah dan memeluknya. Tak lama kemudian Mozzart meninggal dalam pangkuan Gwen. Jam tangan warna kuning itu menjadi kado terakhir Mozzart untuk adik yang sangat dicintainya. Setelah kematian Mozzart, Gwen menjual rumahnya dan tinggal bersama Paman Alfred.

Gwen seakan- akan mendengar dinding dikamarnya bersuara. Suara itu seolah- olah menuduh Gwen yang menjadi penyebab kecelakaan beberapa tahun lalu. Ia memejamkan mata dan menutup telinganya rapat- rapat. Kembali ia mendengar suara yang memanggilnya. Tetapi bukan dari tembok- tembok kamarnya, suara itu sangat akrab ditelinganya. Setelah memberanikan diri untuk membuka mata, ia melihat Mozzart yang berjalan mendekatinya. Kakak akan selalu jagain kamu, Gwen. Setelah mendengar suara itu, Gwen melihat Mozzart perlahan- lahan semakin memudar lalu menghilang.

Turun dari angkot yang mengantarnya ke kompleks rumah Paman Alfred, Gwen melewati dua orang preman. Gwen merasa seperti ada yang mengikuti, tetapi setelah menoleh ke belakang kedua preman itu tidak lagi terlihat. Fuuuhhh… syukurlah, ucap Gwen dalam hati. Tetapi tiba- tiba seseorang merampas tas Gwen dari belakang. Gwen segera berbalik mengejar pencuri tasnya yang ternyata adalah salah satu dari preman yang dilewatinya tadi dan berteriak maling. Pencuri itu sudah berbelok ke kiri sehingga Gwen tidak bisa lagi melihat kemana perginya. Saat Gwen berbelok kekiri pencuri tersebut sedang berhadapan dengan seorang pemuda berpakaian hitam- hitam. Pemuda itu lalu menghajar pencuri itu dan mengambil tas Gwen. Pemuda itu memberikan tas itu kepada Gwen.
Gwen mengingat- ingat kembali kejadian serupa yang pernah dialaminya. Mulai dari kejadian di bus waktu seorang mahasiswa mencoba menggodanya hingga Gwen merasa risih. Lalu seseorang yang berdiri dibelakangnya menggertak cowok itu hingga membuatnya terdiam dan segera menjauh dari tempat Gwen berdiri. Sang penolong berbalik dan turun dari bus sehingga Gwen tidak bisa melihat seperti apa wajah orang yang telah menolongnya itu. Lalu kejadian saat ia dan teman- temannya sedang berlibur, kemudian saat di mall bersama Ammy, dan kejadian- kejadian berikutnya yang ia tak tahu lagi bagaimana kronologisnya. Gwen selalu ditolong oleh seorang pemuda tak dikenal. Gwen pun sempat berpikiran konyol, mungkinkah Sang penolong itu adalah malaikat yang ditugaskan untuk menggantikan tugas Mozzart? Atau dia memang Mozzart? Gwen mengambil jam tangan warna kuning yang disimpannya dalam kotak kecil didalam lemarinya.Sadar, Gwen! Nggak mungkin dia Mozzart. Mana mungkin dia bisa hidup lagi? Gwen lalu menemui Ammy di kamarnya dan menceritakan kejadian itu pada Ammy.
“ What? Jangan gila, deh. Kalau sang penolong itu Mozzart, terus yang kamu antar ke Pemakaman itu siapa? Tukang balon? Ada- ada aja, deh.”
“ Tapi aku ngerasa ada yang ngikutin aku kemana- mana. Aku nggak tau siapa, tapi aku yakin dia itu Mozzart.”
“ Kebetulan aja kali. Dasar kamu aja yang nanggepinnya berlebihan.”

Lagi dan lagi. Gwen terbangun karena mimpi buruk itu kembali menghampirinya dalam satu tahun terakhir. Hanya saja sekarang ia merasa tak perlu lagi menangis histeris dan berteriak- teriak, karena ia yakin bahwa Mozzart masih ada disisinya untuk melindunginya. Tahun pertama Gwen pindah ke rumah ini, Paman Alfred, Bibi Prita, dan Ammy dihebohkan oleh teriakan tengah malam Gwen yang hampir setiap malam. Dan Gwen merasa sangat menyesal telah merepotkan mereka dengan teriakan- teriakan tengah malamnya itu. Gwen mengambil kembali jam tangannya. Gwen tahu, kakak selalu jagain Gwen dari sana dan Gwen akan buktikan kalau itu benar, katanya dalam hati.

Di perjalanan pulang dari sekolah, Gwen seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia memilih melewati jalan yang lebih lebar dan ramai. Sebelum menyeberangi jalan, Gwen berhenti sejenak. Aku akan tahu yang sebenarnya, batinnya. Ia menyeberang dan tiba- tiba berhenti ditengah jalan dan sebuah travel melaju kencang ke arahnya. Ia tahu bahwa akan ada seseorang yang akan menyelamatkannya. Kakak akan datang buat Gwen, kakak pasti nolongin Gwen. Gwen tahu, kakak pasti datang. Iya kan, kak?
“ KAKAAAAK…!”
Lalu Gwen terpelanting dan mendarat sejauh ± 5m dari tempatnya semula. Darah segar mengucur dari seluruh tubuhnya. Gwen tersenyum tipis, kakak tidak datang, ternyata selama ini Gwen hanya dibayang- bayangi oleh pikiran tentang kakak karena Gwen kangen kakak. Gwen kangen, kak. Lalu ia melihat kakaknya tersenyum dan mengulurkan tangan padanya. Gwen menyambut uluran tangan itu dan kemudian menutup mata untuk selama- lamanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar