Kamis, 07 Maret 2013

Mrs. Jayus *oups!

Hell-o, saya hadir kembali. Kali ini dengan mengusung tugas negara ( lebay!). oke, kali ini tugas negara didapatkan dari mandat dadakan via badai halilintar seorang menteri pendidikan bernama Lussy blablabla ( saya lupa nama lengkap beliau dikarenakan terlalu panjang dan jauh berbeda dari nama di sebuah akun jejaring sosialnya. Fyi, beliau ini rada jayus dan garing, jadi wajar sajalah jika nama aslinya terlupakan oleh saya *sungkem sama bu Lussy* ).

Kebutuhan Manusia Akan Pendidikan
Definisi Pendidikan
Menurut saya, pendidikan adalah sesuatu yang wajib dan pasti didapatkan oleh setiap manusia dari siapa saja/ apa saja yang ditemuinya. Mengapa demikian? Karena bagi saya pendidikan itu tidak harus didapatkan di bangku sekolah dengan seragam lengkap atau di bangku kuliah. Pendidikan juga tidak harus bersifat formal, tetapi juga informal. Setelah dilahirkan ke dunia, maka orang tua ( dan anggota keluarga lain) adalah orang- orang yang sangat berperan dalam memberikan pendidikan pertama kali bagi si bayi, baik itu pendidikan dalam bidang akademis, moral, maupun spiritual, sehingga orang- orang ini lah yang sedikit-banyak menentukan akan menjadi manusia seperti apa anak itu nantinya. Memasuki usia SD-SMA pendidikan (tambahan) yang diterima oleh seseorang didapatkan dari guru- guru di sekolah, atau saat kuliah dari dosen- dosen di perguruan tinggi. Namun, itu hanyalah pendidikan formal saja.
Pendidikan informal akan didapatkan saat berada di luar lingkungan itu, yaitu saat kita memasuki dinamika hidup dan kehidupan, dan menurut saya pendidik yang paling super duper canggih dan tak tergantikan sepanjang masa diantara para pendidik yang memiliki sederetan gelar akademik adalah proses kehidupan itu sendiri. Setiap manusia pasti mengalami sesuatu dan lain hal dalam perjalanan hidupnya. Dari berbagai macam kejadian dan pengalaman hidup itu, pastilah pula ditemukan adanya trial and error. Nah, sudah selayaknya manusia ( yang tentunya sudah mendapatkan bekal pendidikan sebelumnya) dapat berpikir dan mengambil pelajaran atas setiap error yang terjadi selama proses trial itu agar dikemudian hari error yang terjadi dapat dihindari.
Pendidikan juga menurut saya tidak selalu bersifat positif, tetapi bisa jadi bersifat negatif. Namun itu semua tergantung manusia- manusia yang memberi dan menerimanya, juga cara penyampaiannya. Pendidikan yang negatif misalnya seperti orang tua yang sering bertengkar di depan anaknya, atau seorang ayah yang sering memukuli isteri dan anak- anaknya. Secara tidak langsung, seorang anak yang menyaksikannya akan berpikiran bahwa ternyata bertengkar di depan orang lain bahkan di hadapan anak- anak adalah hal yang biasa saja dan wajar dilakukan, atau sebagai kepala keluarga ternyata memukuli isteri dan anak adalah hal yang sah- sah saja dilakukan. Sehingga kemungkinan besar hal- hal seperti itu akan tertanam dalam dirinya dan dia akan mengingatnya sampai dewasa bahkan mungkin akan melakukan hal yang sama saat sudah berumah tangga.
Pendidikan juga tidak mengenal yang namanya faktor usia; tua–muda, anak-anak –dewasa, atau istilah belum cukup umur –kadaluarsa. Begitu juga dengan sistem gender; laki-laki –perempuan, dan mungkin sistem kasta antara si kaya dan si miskin, si anak komplek dengan si anak kampung. Semua orang ( berapapun usianya, apapun status sosialnya, dan apapun jenis kelaminnya) berhak mendapatkan pendidikan, tidak ada yang bisa menghalang-halangi dan membatasinya. Tujuan dari pendidikan ini sendiri adalah tidak sekedar untuk membimbing dan mengarahkan potensi dan bakat yang ada dalam diri setiap manusia untuk berkembang, tetapi juga untuk menanamkan dan merekomendasikan nilai- nilai ( dalam hal ini tentu nilai- nilai kebaikan yang kita harapkan).
  
Pendidikan sebagai Kebutuhan Dasar Manusia
Pada kenyataannya memang benar bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan manusia. Seperti istilah yang sering kita dengarkan, pendidikan untuk memanusiakan manusia. Manusia dalam kenyataan hidupnya menunjukkan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya untuk menyatakan eksistensinya secara utuh dan seimbang. Manusia tidak dirancang untuk dapat hidup secara langsung tanpa proses belajar terlebih dahulu untuk memahami jati dirinya dan menjadi dirinya. Dalam proses belajar itu seseorang saling tergantung dengan orang lain. Proses belajar dimulai dengan orang terdekatnya. yang selanjutnya proses belajar itulah yang menjadi dasar dari pendidikan. Seiring dengan perkembangan pikiran anak manusia, semakin berkembang pulalah sikapnya terhadap keluarga dan lingkungan. Orang tua sangat berperan mengarahkan anak ini menuju kesempurnaan pada tiap tahap kehidupannya, dan juga sangat dominan meningkatkan hidup sang anak dari cara yang alamiah menjadi berbudaya.
Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu. Dan semakin tinggi kebudayaannya maka semakin tinggi pula tingkat /taraf pendidikan atau cara mendidik orang tersebut.
Mendidik berarti meningkatkan mutu jasmani dan rohani seseorang menuju kondisi yang lebih baik menuju kesempurnaan. Disamping itu mendidik juga sekaligus berarti mempertahankan kebudayaan yang telah ada. Berbicara mengenai mempertahankan kebudayaan ini menyangkut memelihara kelanjutan hidup manusia.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, produk pendidikan sering hanya diukur  dari perubahan eksternal yaitu kemajuan fisik dan material  yang dapat meningkatkan pemuasan kebutuhan manusia. Masalahanya adalah bahwa  manusia dalam memenuhi kebutuhan sering bersifat tidak terbatas, bersifat subyektif yang justru seringkali dapat menghancurkan harkat kemanusiaan yang paling dalam yaitu kehidupan rohaninya.
Produk pendidikan menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil untuk melakukan pekerjaannya, tetapi kemudian manusia itu tidak memiliki kepedulian dan perasaan terhadap sesama manusia. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan justru menjadi instrumen kekuasaan dan kesombongan untuk memperdaya orang lain, kecerdikannya digunakan untuk menipu dan menindas orang lain, produk pendidikan berubah menghasilkan manusia yang serakah dan egois.

Pentingnya Pendidikan untuk Kemajuan Masyarakat
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberi sumbangan kepada semua bidang pertumbuhan individu, seperti dalam pertumbuhan jasmani dan segi struktural dan fungsional. Pendidikan yang baik juga membantunya manusia menumbuhkan kesediaan, bakat-bakat, keterampilan dan kekuatan jasmaninya, begitu juga memperoleh pengetahuan.
Diantara segi-segi pertumbuhan dan persiapan yang mungkin disumbangkan oleh pendidikan kepada individu adalah membuka pribadi/ dirinya dan mengembangkan berbagai segi potensinya kearah yang diinginkan oleh masyarakat, memperkenalkan kepadanya akan hak-hak yang diberi kepadanya oleh Tuhan sebagai individu di dalam suatu masyarakat, begitu juga kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan kewajiban- kewajiban sebagai akibat dari hak-hak ini.
Kita tidak meragukan bahwa nasib orang yang tidak mendapat pendidikan yang baik dalam hal pertumbuhan dan persiapan ini jauh lebih sedikit dari pada orang-orang yang menerima pendidikan yang baik. Kalau kita berkali-kali menekankan pendidikan yang baik maka itu berarti bahwa pendidikan yang dapat membawa kepada pertumbuhan individu dan masyarakat yang menyeluruh adalah pendidikan yang baik. Ukuran baik di sini berbeda dari budaya kebudayaan dari masyarakat ke masyarakat lainnya, tetapi ada ukuran-ukuran yang disepakati oleh semua. Diantaranya adalah bahwa pendidikan itu harus mempunyai tujuan-tujuan tertentu dan jelas, dan bahwa hubungan-hubungan antara tujuan, rencana, kurikulum dan program-program pengajaran dengan tujuan-tujuan, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu di masyarakat itu dan budaya serta nilai-nilai masyarakat jelas. Begitu juga gerakan perbaikan dan pengembangan masyarakat kearah yang lebih baik haruslah didasarkan atas pninsip-prinsip ilimiah yang telah dikaji dengan matang dan secara terus menerus.
Kita harus sadar bahwa pendidikan yang baik adalah baik tujuan-tujuannya, baik kebijaksanaannya, baik guru-gurunya dan bangunan-bangunan serta sarananya. Masyarakat yang berusaha mencapai pendidikan yang baik harus terus menerus memperbaiki segi-segi ini semua berdasar pada ajaran-ajaran, nilai-nilai agamanya, ciri-ciri budayanya yang istimewa dan kebutuhan-kebutuhan dan tuntunan-tuntunan pertumbuhan yang menyeluruh dan juga berdasarkan pada hasil-hasil penelitian ilmiah yang benar dan eksperimen-eksperimen yang wajar dan berhasil.
Keterlibatan manusia dalam pendidikan harus dapat diarahkan untuk peningkatan budi pekerti dan akhlak. Jika tidak maka belum dapat dikatakan bahwa manusia berhasil menamai dirinya sebagai manusia sejati.